Senin, 31 Oktober 2011

catatan membaca novel : Hatinya Tertinggal di Gaza, Sastri Bakry

RESENSI NOVEL

Judul Buku                :  Hatinya Tertinggal Di Gaza       
Penulis                      :  Sastri Bakry
Penerbit                    :  Grasindo
Tahun                        :  2010
Tebal Halaman          :   199 halaman
Tema                        :   Percintaan
Setting                      :  Jakarta, Sumatra Barat
Alur Cerita                :  Campuran
Gaya pengungkapan  :  Bahasa lugas.

SINOPSIS:
                
Cerita dimulai dari sebuah kejutan saat Nadhifah yang cantik, terpelajar, aktifis peduli nasib perempuan, asal Minang yang sarat adat istiadat dan perawan tua, menerima pinangan dari lelaki yang sempat jadi pujaan hatinya masa ABG, anak baru gede. Semasa remaja dia  sering mengintip seorang lelaki penyanyi yang selalu berlatih di sebelah rumah ayah ibunya kemudian merindukan Taufik 'Ofik' Andares, penyanyi band yang bersuara seksi dan ganteng itu.

Setelah melewati waktu yang lama, saat usianya termasuk dalam usia Gadis Tua atau Perawan Tua, dan Nadhifah juga sudah melupakan apa itu yang bernama pernikahan, rumah tangga, anak, justru di saat itu, dia dipertemukan kembali dengan Taufik Ofik Andares. Tak cukup bertemu, Ofik bahkan meminang Nadhifah, meskipun Ofik mempunyai keluarga harmonis. Ofik mempunyai Nindi, istri yang selalu mencintai suami, dan ikhlas memberi ijin untuk suaminya menikah lagi. Nadhifah bahkan dipertemukan dengan Nindi, seorang istri cerdas. Ofik sebenarnya seorang suami yang baik bagi Nindi yang baik pula yang siap bersedia berbagi cinta dengan perempuan yang akan  menjadi madunya.
Meskipun nampaknya Nadhifah menikmati kebahagian itu, persoalan kebetulan bukanlah kebetulan, tetapi hari-hari Nadhifah memang selalu bergulat dengan persoalan perempuan bermasalah, termasuk pesoalan pada keluarga besarnya, misalnya suami Tante Dety, yang berselingkuh dengan teman Nadhifah. Nadhifah merasakan perasaan Tante Dety, dan merasakan pula perasaan temannya.

Semuanya menjadi bahan pertimbangan buat hari depan Nadhifah.. Pertemuan kembali dengan ‘Ofik’ banyak membuat catatan, termasuk bahwa Ofik juga sempat jadi pacar kawannya.. Dalam perjalanan waktu  menuju pelaminan, banyak perenungan, lamunan serta sandungan perasaan Nadhifah. Segala nasib dan takdir perempuan hadir di sana. Baik sebagai yang langsung dirasakannya sebagai Nadhifah, maupun yang menjadi urusannya sebagai aktifis perempuan.

Ada Rina perempuan yang sabar dan pasrah  saat suaminya menikah lagi, ada Wishe, yang cantik, istri ke dua, perempuan yang merebut seluruh cinta suami orang malah lebih menguasai, bermacam ragam kasus perempuan yang dihadapi Nadhifah. Ada Neneng, perempuan teraniaya lebih dari Rina yang tubuhnya berbilur biru legam dianiaya suami,, pada kasus KDRT,

Kasus baru muncul, kasus lama terbayang, memenuhi ruang rasa dan pikiran Nadhifah sebagai pertimbangan pernikahannya. Urusan adat istiadat, etika sopan santun dan pelajaran agama menambah keyakinan Nadhifah kepada keputusannya. Nadhifah menolak pernikahan itu.

Saya mencoba mengurai kembali apa yang saya baca dari novel Hatinya Tertinggal di Gaza, Sastri Bakry. Saya mengunyah berulang menikmatinya, menyamakan rasa yang dimaksud oleh Penulis. Saya mengakuinya.

Bak mengupas Pir, Sastri mengupas tuntas buah meski antara kulit dan isinya nyaris sama warnanya, itu tak mengecoh indra. Perempuan yang lahir serta dibesarkan di ranah Minang ini,  jika bagaikan air, dia mengamati, pengamatannya mengalir, menembus tanah, melompati batu terus mencari jalan, kadang pun menguap lalu turun kembali bagai hujan yang menyejukkan.

Sastri yang seakan diwakili tokoh utama novel ini, Nadhifah, seorang aktivis, organisatoris, memiliki perasaan yang tajam. Sangat sibuknya seakan tak ada waktu luang. Di mana ada ruang,di situ dia berkontemplasi, melakukan perenungan. Semua dipikirkannya. Pikirannya menari-nari ke sana  ke sini.

Dari figure perempuan lembut, setia, sabar, hingga yang egois, dari perempuan ‘ABG’ anak baru gede yang imut-imut hingga nenek-nenek yang amit-amit, yang perempuan bersuami hingga gadis tua, diteliti, dipadu persinggungan emosi satu dengan lainnya  dalam alam kreatifitas ini. Sastri menjadi tuhan yang lembut, yang tak mau memperlihatkan hukuman keras bagi yang jahat. Sastri hanya menawarkan beberapa “jika”  buat pembacanya.
Saat merasakan perasaan Reti, dan banyak lagi nama-nama perempuan, selain nama laki-laki yang mencintai atau dicintai,  adalah saat semuanya menjadi kekayan batin buat Nadhifah. Bagaimanakah akhir keputusan Nadhifah yang keren itu merebut nasib kehidupan keperempuanannya? Bacalah novel ini. .

Pesan Cerita :
  • Tidak semua kisah percintaan berakhir dengan pernikahan. 
  • Perlu berpikir ulang tentang perasaan orang lain.
  • Yang menarik dari Novel ini, ialah di mana saat ini, masyarakat umum sangat krisis kepada etika moral, Sastri justru mengajak pembacanya untuk memperhatikan lingkungan dan menjaga  kebersihan secara lahir maupun batin. 
  • Menambah pengenalan dengan adat istiadat Minang
  • Penulis, Yunizarti Bakry, lahir 20 Juni 1958 di Pariaman Sumatra Barat. dari keluarga Militer yang berbakat seni yang tinggi. Seorang Sarjana Ekonomi dan Magister of Sience dalam bidang Pembangunan Wilayah Pedesaan di Universitas Andalas. Dia juga Ketua HWK Sumbar, Ketua WPI Sumbar, Wakil Ketua PMI Sumbar, dan di Organisasi Internasional sebagai Vice President Wanita The Malay Islamic World. 
  • Karya sastra nya sejak tahun 1995 hingga kini mencapai hampir 10 judul, baik dengan bersama rekan dan juga karya tunggalnya.  
Jakarta, Oktober 2011
8.      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar